Pada tanggal 02/Oktober/2023, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam Sidang pembacaan tuntutan, 3 Petani Pakel : Suwarno, Untung & Mulyadi, di tuntut dengan Tuntutan yang sama (6 Tahun Penjara). Poin tuntutan jaksa merujuk pada dakwaan yang memunculkan hanya dari keterangan saksi nihil alat bukti. Yang menjadi kacau lagi, unsur menyiarkan dianggap oleh jaksa sebagai unsur kesatuan dengan berita bohong. Harusnya unsur menyiarkan menjadi unsur tersendiri. Artinya menyebarluaskan adalah hoak dan keonaran misalkan dalam orasi. Dakwaan tersebut telah menjadikan kondisi absurd berkaitan dengan dugaan berita bohong yang dituduhkan.
Menurut JPU, bahwa pada hari, tanggal, dan bulan yang sudah tidak dapat diingat lagi dalam tahun 2018, terdakwa Untung menyampaikan dalam orasi “SIAPA SAJA MASYARAKAT TIDAK IKUT PENJUANGAN MEREBUT TANAH DI AREA PAKEL ATAS DASAR AKTA 1929 ADALAH KAFIR”. Disampaikan melalui keterangan saksi dalam sidang pemeriksaan saksi dari JPU, “Tindakan tesebut dilakukan dan di sampaikan menggunakan alat pengeras suara, dimana Untung dan istrinya menggunakan sepeda motor memengang sound menyampaikan bahwa “Yang tidak ikut perjuangan warga adalah kafir”.
Penegasan Kondisi :
-
Tidak ada bukti menyangkut tuntutan yang disampaikan JPU
-
Saksi yang dihadirkan JPU tidak berdasarkan bukti kokrit, hanya keterangan dan pengakuan yang seharusnya dipertanyakan kebenarannya.
Suwarno dituduhkan menyiarkan dan mengaku sebagai ahli waris dari Karso. Meskipun memang ada surat pernyataan ahli waris atas nama Suwarno yang pada waktu itu di tahun 2018 diminta mengakui secara tersurat oleh Abdillah (ketua LSM Forsuba) yang sebenarnya Suwarno tidak mau melakukannya, sebab tidak tahu apa maksud dari sebagai pemegang ahli waris, tegas dirasa perjuang tanah Pakel ini milik bersama.
Penegasan Kondisi :
-
Dalam konteks unsur menyiarkan, hal ini di pertanyakan, karena tidak ada bukti penyiaran dan tidak muncul dalam fakta persidangan. Yang berarti tidak ada saksi yang mengetahui Suwarno mengatakan hal tersebut atau pihak yang menyebarkan pernyataan itu.
Menyoal video yang di kutip dari youtube Muhammadiyah. Video tersebut terjadi pada tahun 2022 tentang pertemuan warga. JPU merumuskan kejadian tersebut seakan-akan terjadi di tahun 2018. Dilihat dari rentan waktu 4 tahun mundur, rumusan JPU terbilang sangat manipulatif.
Penegasan Kondisi :
-
Maksudnya bagaimana mungkin dampak keonaran tahun 2018 terjadi akibat video yang dimaksud satu perkataan atau ajakan yang dilakukan di tahun 2022.
Dari masing-masing poin tuntutan perorangan yang bebeda-beda, yang kami ambil dari salah satu tuntutan dalam dakwaan tidak menutup kengawuran lainnya yang pada akhirnya menyamaratakan tuntutan 6 Tahun penjara kepada ketiga warga Pakel. Hal tersebut menyangkut dalam salinan dakwaan sidang tuntutan yang hampir dari ketiga orang dalam satu persatu surat saling dikaitakan. Padahal tidak benar secara keadaan dan kondisi. Namun JPU membuat kondisi sendiri dengan tanpa alat bukti seakan-akan mengarang cerita bebas atau manipulasi.
Ada satu hal dalam rumusan JPU yang lebih absurd, bahwa; Aksi Demo dianggap sebagai bentuk keonaran. Ini artinya domokrasi telah mereka anggap tiada, yang mana kebebasan berpendapat adalah bentuk keonaran dan masyarakat harus tunduk dan patuh saja. Meskipun nanti akan mati kelaparan sebab keadaan yang dialaminya.
Leave a Reply