SKEMA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN TANPA MENGAMBIL UANG NEGARA

·

·

Pendidikan merupakan pijakan sekaligus landasan utama dalam pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Pendidikan memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dalam menjamin keberlangsungan hidup suatu negara. Investasi yang kuat dalam bidang pendidikan memberikan dampak jangka panjang yang positif bagi masyarakat sekaligus menciptakan masa depan yang lebih baik untuk sebuah negara.

Menurut Nandika, sejak tahun 1972 UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB telah menegaskan bahwa pendidikan memiliki fungsi sebagai kunci membuka jalan dalam membangun dan memperbaiki negaranya (Nandika: 2007). Untuk dapat mencapai hal tersebut tentunya diperlukan infrastruktur pendidikan yang memadai, yang merupakan faktor penting dalam memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan akses pendidikan berkualitas yang merata. Namun kenyataannya, seringkali pembangunan infrastruktur pada sektor pendidikan menghadapi kendala dalam proses pembiayaannya, terutama ketika hanya mengandalkan anggaran pemerintah atau uang negara yang jumlahnya sangat terbatas.

Berdasarkan data yang tercatat pada Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, pemerintah telah mengalokasikan sebanyak 20% dari total anggaran nasional untuk pembangunan sektor pendidikan yang total nilainya diperkirakan mencapai Rp 419 triliun dan hanya diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur pendidikan saja. Nilai ini tentunya bukanlah jumlah yang kecil, mengingat totalnya yang telah meningkat sebanyak tiga kali lipat sejak anggaran pendidikan yang dikeluarkan pada tahun 2001.

Sebuah kajian berjudul “Public Expenditure Review Spending for Better Result” yang telah dikonfirmasi oleh Kemendikbud, Indonesia hanya memiliki sebanyak 25 persen ruang kelas sekolah dasar dan 40 persen ruang kelas SMA yang berada dalam kondisi baik. Berdasarkan bukti ini, tentunya masih belom pantas bagi pemerintah Indonesia untuk dapat mengharapkan generasi cerdas yang mampu membawa kemajuan bagi negeri tercinta kita Indonesia. Pemerintah Indonesia haruslah mampu mengupayakan fasilitas pendidikan yang bermutu tinggi dan berkualitas bagi para generasi muda yang disebut-sebut sebagai Agent Of Change agar mereka juga mampu berperan sebagai Agent Of Producer yang sanggup membawa perubahan nyata.

Terbatasnya anggaran negara dalam pembangunan infrastruktur pendidikan Indonesia memunculkan banyak inovasi baru yang mendorong tercapainya pembangunan pada sektor pendidikan. Salah satu inovasi dalam pembangunan infrastruktur ini adalah melalui skema pembiayaan non-konvensional. Jika pembiayaan konvensional merupakan pembiayaan infrastruktur yang bersumber dari anggaran pemerintahan layaknya APBN dan BUMN, maka skema pembiayaan non-konvensional ini merupakan pembiayaan infrastruktur yang bersumber dari anggaran non-pemerintah. Berdasarkan data Kominfo proyek infrastruktur publik yang digarap saat ini, porsi keterlibatan anggaran pemerintah masih cukup besar yakni 41,3 persen. Sedangkan BUMN mengambil porsi 22,2 persen dan swasta mencapai 36,5 persen. Persentase pada bidang swasta inilah yang dapat disebut sebagai anggaran non-pemerintah yang dapat menopang pembangunan fasilitas pendidikan di Indonesia tanpa harus mengambil uang negara.

Diketahui sumber anggaran pembiayaan non-pemerintah dapat bersumber dari badan usaha atau swasta, masyarakat, LSM maupun sumber-sumber filantropi. Pembiayaan infrastruktur non-konvensional ini sudah diterapkan di berbagai negara, untuk mengatasi keterbatasan penyediaan infrastruktur akibat kurangnya sumber daya finansial, sumber daya manusia dan sumber daya pendukung lainnya. Begitu juga di Indonesia, instrumen pembiayaan infrastruktur non-konvensional sudah pernah dilaksanakan dengan metode pelaksanaan yang berbeda-beda meskipun penerapannya belum berjalan secara menyeluruh.

Terdapat beberapa macam skema pembiayaan non-konvensional yang dapat digunakan dalam pembangunan infrastruktur pendidikan Indonesia, tanpa harus mengambil dana dari pemerintahan. Skema yang pertama adalah Public Private Partnership (PPP). Skema ini melibatkan kerjasama antara sektor publik dan sektor swasta. Pemerintah bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk mendanai dan mengelola proyek infrastruktur pendidikan. Perusahaan swasta dapat memberikan pendanaan, sementara pemerintah menyediakan lahan dan mengatur kebijakan. Skema ini dapat membantu mengurangi beban keuangan pemerintah dan mempercepat kemajuan pendidikan di Indonesia.

Skema pembiayaan non-konvensional yang kedua dapat dilakukan dengan penerapan Build Operate Transfer (BOT). Dalam skema ini, perusahaan swasta membangun dan mengoperasikan pembangunan pada sektor pendidikan untuk jangka waktu tertentu. Setelah periode waktu tertentu, kepemilikan infrastruktur tersebut akan dialihkan kepada pemerintah. Perusahaan swasta mendapatkan pengembalian investasi mereka melalui biaya operasional atau pembayaran dari pemerintah.

Obligasi pada infrastruktur pendidikan merupakan skema pembiayaan non- konvensional ketiga yang dapat diterapkan untuk pembangunan pendidikan di Indonesia. Pemerintah dapat menerbitkan obligasi untuk mendapatkan dana untuk pembangunan pendidikan. Obligasi ini dijual kepada investor, yang akan menerima pembayaran bunga dan pengembalian pokok sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Pembiayaan melalui obligasi dapat membantu pemerintah dalam mengumpulkan dana dalam jumlah besar untuk membiayai proyek pembangunan pendidikan yang berkualitas.

Skema pembiayaan non-konvensional terakhir yang dapat digunakan adalah Kemitraan dengan LSM. Pemerintah dapat bekerja sama dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau masyarakat setempat untuk mendanai dan melaksanakan proyek pembangunan pendidikan. LSM atau Masyarakat dapat menggalang dana melalui kampanye penggalangan dana, sponsor, atau sumbangan sukarela untuk mendukung pembangunan fasilitas pendidikan di Indonesia.

Beberapa skema pembiayaan non-konvensional di atas memberikan alternatif pembiayaan non-konvensional yang dapat membantu dalam pembangunan fasilitas pendidikan bagi seluruh generasi penerus bangsa. Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan manfaat dan risiko setiap skema, serta memastikan transparansi, keberlanjutan, dan keadilan dalam pelaksanaannya.

Apabila pemerintah mampu menjalankan seluruh skema pembiayaan pembangunan infrsastruktur pendidikan melalui metode non-konvensional, bukan suatu hal yang tidak mungkin bagi Indonesia bahwa pada tahun 2030 Indonesia dapat mencapai kemajuan pendidikan yang merata sehingga mencetuskan generasi unggul dan berbakat melalui pendidikan yang bermutu tinggi.


Penulis : Nabila Anjani Robi’atul Adawiyah (222410101049)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya